TASBIH CINTA
Cerpen karya Ine Lettyia
Jejak-jejak langkahku
bagaikan lembaran waktu
Apakahku masih bisa terus
melangkah?
Serpihan hidupku kan ku
bangun,
Diatas satu cinta
Subhanallah aku
mencintainya
Subhanallah aku
menyayanginya
Dari ufuk timur, hingga ke
barat
Selalu dihatiku... selalu
dihatiku...
Syair lagu di Atas Satu
Cinta terdengar merdu, namun Aina masih larut dalam lamunan dan air
mata yang mengalir membasahi pipinya. Tepatnya tanggal 31 Desember
2014, dimana seluruh bumi dan seisinya sedang merayakan pergantian
tahun. Dentuman demi dentuman kembang api yang indah dilangit, tidak
mampu untuk menghapus kesedihan dari wajahnya. Begitulah ia setiap
tanggal 31 Desember, kali ini tepat ke 10 kalinya Aina membatalkan
janji dengan seseorang. Iah... seseorang, seseorang yang sangat
menunggu kehadirannya.
Tanpa sadar Aina
terhanyut dalam indahnya syair lagu, sehingga ia tertidur dan
bermimpi, masa kecilnya yang indah.
Saat itu usia Aina masih 10
tahun. Aina sedang berjalan di taman komplek perumahannya.
Aina : “ Tasbih...
Tasbih... dimana kamu?” (Aina kebingungan mencari Tasbih yang
sedang bersembunyi diantara bunga-bunga yang bermekaran).
Namun Aina tidak juga
menemukannya, sampai akhirnya ia melihat ada sepasang sendal yang ia
kenali. Ia itu sendal milik Tasbih.
Aina : “Dorrrr..... Kena
kau”
Tetapi dengan kagetnya Aina
melihat Tasbih sudah terkujur kaku.
Aina : “Tasbih... Tasbih.... bangun, kamu kenapa? (Dengan air mata yang mengalir Aina berusaha membangunkan Tasbih tapi Tasbih tidak juga bangun)
Aina : “Tasbih... Tasbih.... bangun, kamu kenapa? (Dengan air mata yang mengalir Aina berusaha membangunkan Tasbih tapi Tasbih tidak juga bangun)
Ainapun bangun dan berniat
memanggil orang tua Tasbih. Namun kemudian tangan mungil Aina
tertahan.
Tasbih : (Ternyata tasbih
hanya bercanda)(Sambil memegang bunga ia berkata) “Ini bunga
untukmu peri kecil”
Aina : “Dasar nakal, kalau
kau berbuat seperti itu lagi aku akan meninggalkanmu” (Sambil
memukul-mukul Tasbih)
Tabih : “Apakah kau yakin
bisa meninggalkanku, nanti siapa yang akan bermain denganmu? Kau
itukan cerewet mana ada yang mau berteman denganmu?”
Aina : “Kau ini ya... awas
kau ya...” (Mereka berlarian diantara bunga-bunga yang indah)
Namun mereka hanya
menganggap kata-kata itu sebagai suatu bahan gurauan saja.
Sapai akhirnya mereka letih
berlarian.
Aina : “Tasbih?”
Tasbih : “Hem,”
Aina : “Mengapa aku dan
kamu berbeda, mengapa orangtua kita berbeda Agama, Apakah Tuhan kita
bebeda?”
Tasbih : “Tuhan kita semua
itu sama, hanya manusia saja yang memiliki pemikiran yang berbeda dan
semua itu memiliki tujuan yang sama yaitu mendekati diri kepada
Tuhannya”
Aina : “Lalu apakah kamu
sudah menemukan Tuhan yang tepat untukmu?”
Tasbih : “Ya... Allah Swt
adalah Tuhanku”
Aina : “Lalu dimana
Tuhanmu itu?”
Tasbih : “Disini di dalam
hatiku”
Tanpa berkedip Aina
memperhatikan cara bicara Tasbih. Iah tau meskipun Tasbih adalah anak
seorang Ustadz, namun ia masih berumur 10 tahun sama seperti dirinya.
Tapi Aina sadar bahwa apa yang dikatakan Tasbih bukanlah suatu
lelucon dan Aina belum pernah melihat Tasbih seserius itu.
Aina : “Lalu kenapa kau
mau bersahabat denganku, Tasbih? Bukankah orang tuamu melarangmu
berteman dengan seorang Kristian? Dan aku ini cerewet seperti
katamu.”
Tabih : (Mencubit hidung
Aina) “Lalu kenapa kau mau bersahabat denganku, Aina? Bukankah
orang tuamu melarangmu berteman dengan seorang Muslim? Dan aku ini
nakal dan jail seperti katamu.”
Lalu mereka tertawa dengan
kencangnya. Mereka sadar bahwa suatu persahabatan itu tak memerlukan
suatu alasan. Karena semua itu bersumber dari sini “Hati”.
Aina : “Tasbih, aku
mendengar percakapan wanita-wanita yang ada di sana. Mereka sedang
membicarakan tulang rusuk dan tulang punggung. Apa maksudnya Tasbih?”
Tasbih : “Tulang rusuk itu
kau, dan tulang punggung itu aku” ( Sambil tersenyum memandang
wajah manis Aina)
Aina : “Lalu?”
Tasbih : “Lalu apa?”
Aina : “Iah apa maksudnya”
Tasbih : (Sambil mencubit
pipi Aina) “Kau ini peri kecil yang tak tau apa-apa”
Aina : “Tasbih! Aku
serius”
Tasbih : “Aku dua rius”
Aina : “Tasbih....”
Mereka berlarian kembali,
Aina mengejar Tasbih dengan rasa kesalnya. Tanpa Aina tidak tau bahwa
apa yang di katakan Tasbih itu adalah hal yang serius. Dan itulah
kisah cinta masa kecil Tasbih dan Aina.
Tasbih : “Aina ini sudah
menjelang magrib, Ayo kita pulang?”
Aina : “Apa kau akan
mengantarku pulang? Bagaimana kalau kita ketahuan orang tua kita?”
Tasbih : “Sudah tidak
apa-apa. Aku ini seorang pria, aku akan melindungimu.” (Dengan
menunjukan otot-ototnya. Layaknya pria dewasa)
Aina : “Hahaha... baiklah,
aku pegang kata-katamu ya”
Tasbih bermaksud mengantar
Aina sampai depan gerbang rumahnya. Namun tiba-tiba orang tua Aina
yang baru pulang dari kerja, melihat anaknya berdua dengan
Tasbih
Mama Aina : (Turun dari mobil)“Aina... dari mana saja kau? Dasar anak nakal, Masuk ke dalam mobil“
Mama Aina : (Turun dari mobil)“Aina... dari mana saja kau? Dasar anak nakal, Masuk ke dalam mobil“
Aina : “Ia ma.. Tasbih aku
pulang dulu ya”
Mama Aina : “ Sudah... Tak
perlu kau berbicara dengannya. Cepat masuk!”
“Dan kamu anak kecil tidak
perlu lagi kamu bermain dengan anak saya!”
Aina dan Tasbih pun pulang
ke rumah mereka masing-masing. Namun meskipun mereka di larang dan di
marahi mereka tetap saja bermain bersama.
Keesokan harinya.
Aina : “Sudah satu jam aku
menunggu dia tapi tidak datang juga” (Dengan muka kesalnya)
Tasbih : “Dorrr... Lama ya
menunggu aku”
Aina : “Menurutmu?”
Tasbih : “Maafkan aku. Aku
baru selesai mengaji”
Aina : “Apa itu mengaji?
Apakah itu suatu hal yang menyenangkan?”
Tasbih : “Mengaji itu
membaca Al-Quran, Kitabku. Iah tentu sangat menyenangkan”
Aina : “Kalau begitu aku
ingin mengaji bersamamu Tasbih”
Tasbih : “Benarkah kau mau
mengaji bersamaku, Aina?”
Aina : “Iah.. benar aku
serius”
Awalnya Aina yang polos dan
lugu tidak mengetahui bahwa mengaji itu adalah memperdalam ilmu
agama. Yang ada di pikirannya adalah suatu permainan yang
menyenangkan. Yah... seperti itu lah... Seorang anak kecil.
Tasbih : “Aina.. Kau
tunggu disini sebentar ya... Aku akan kembali 10 menit lagi”
Aina : “Kau mau kemana
Tasbih?'”
Tasbih berlari tanpa
memperdulikan perkataan Aina.
Aina : “Lama sekali dia.”
(Dengan wajah cemberut)
Tasbih kembali dengan wajah letih.
Tasbih : “Ayo...”
Tasbih kembali dengan wajah letih.
Tasbih : “Ayo...”
Aina : “Kita mau kemana?”
Tasbih : “Aku akan
memecahkan celenganku, dan akan ku belikan kau sebuah jilbab”
Aina : “Jilbab? Tapi bukan
kah kau sudah menabung ini dari satu tahun yang lalu”
Tasbih : “Benar.. Tapi aku
menginginkanmu memakai sebuah jilbab”
Aina : “Untuk apa aku
memakai jilbab?”
Tasbih : “Karena kita akan
mengaji”
Aina : “Apakah ketika
mengaji aku harus memakai jilbab?”
Tasbih : “ Iah tentu...
Sudah ikut saja”
Tasbih memilihkan sebuah
jilbab merah kecil yang cantik. Sangat cocok dengan kulit Aina yang
putih bersih. Aina nampak semakin cantik menggunakannya.
Aina : “Tasbih... Apa aku
pantas?”
Tasbih : “Ya sangat
pantas.. Kau cantik Aina”
Aina pun tersenyum manis
mendengar perkataan Tasbih
Hampir setiap tiga minggu
sepekan mereka belajar mengaji tanpa di ketahui orang tua mereka.
Aina pun sudah mempunyai AL-Quran sendiri yang ia beli dengan uang
jajannya sendiri. Semakin lama Aina semakin mahir membaca AL-Quran.
Sampai akhirnya Aina sudah akan khatam, tinggal 3 lembar lagi, dan
pada suatu malam tanggal 31 Desember. Dimana semua orang merayakan
pesta pergantian Tahun. Papa dan Mama Aina sedang sibuk mengurusi
tamu-tamu yang datang ke rumah. Namun Aina sangat ingin secepatnya
khatam AL-Quran. Maka secara diam-diam ia keluar dari rumah dan
menghampiri rumah Tasbih. Di rumah Tasbihpun keadaannya sangat ramai,
tetapi bedanya keramaian tersebut diisi dengan dzikir dan doa.
Secara diam-diam Aina masuk
kedalam rumah Tasbih
Aina : Tasbih... Tasbih...!
(Dengan nada yang pelan)
Tasbih : Aina? Mengapa kau
bisa ada disini?
Aina : Aku sudah tidak sabar
ingin menghatamkan Al-Quran, ayo kita mengaji?
Tasbih : Tapi, ini malam
pergantian tahun. Dirumahku sangat ramai, bagaimana jika kita
ketahuan?
Aina : Apa kau tega
melihatku tidak bisa tidur hanya karena memikirkan hal ini?
Tasbih : Baiklah... Aku
ambil tasku dulu!
Aina dan Tasbih pun berlari
menuju Masjid yang terletak di kompleks mereka.
Namun ketika mereka sedang
mengaji ada seorang warga yang melihat dan melaporkan kepada Ayah
Tasbih. Dan saat yang bersamaan Mama Aina pun sadar bahwa putrinya
tidak ada di rumah. Mama dan Papa Aina langsung pergi ke rumah
Tasbih. Dan mereka secara bersama menemui Tasbih dan Aina di Masjid.
Aina : “Shodakallahul
adzim”
Tasbih : “Alhamdulillah
kamu sudah khatam Al-Quran”
Aina : “Iah, terimakasih
Tasbih kau telah mengajarkanku indahnya Islam”
Tasbih : “Berterimakasihlah
kepada Allah yang telah memberimu hidayah”
Aina : “Tasbih? Akankah
kita kan selalu menghabiskan malam tahun baru bersama?”
Tasbih : “InsyaAllah, aku akan menunggumu disini dan menghabiskan waktu berdua denganmu”
Tasbih : “InsyaAllah, aku akan menunggumu disini dan menghabiskan waktu berdua denganmu”
Aina : “Baiklah, aku akan
kemari secepat mungkin karena aku ingin menghabiskan indahnya malam
tahun baru bersamamu.”
Mereka berdua tersenyum
sambil menatap langit, tapi tanpa sadar dibelakang mereka ada ke dua
orang tua mereka yang sudah memperhatikan mereka sejak tadi.
Papa Aina : (Dengan muka
Marah) Aina...!!! Dasar anak nakal, Cepat kau pulang !!” (Sambil
menggenggam tanggan Aina)
Aina : “Tidak aku tidak
ingin pulang, Tasbih... Tasbih... Tolong aku”
Tasbih berusaha menarik
tangan Aina tapi Ayah Tasbih melarangnya
Papa Aina : “Mulai
besok... papa akan kirim kamu ke rumah Eyang putri”
Aina : “Tapi pah, Aina
ingin disini, Aina ingin bersama Tasbih”
Papa Aina : “Tidak.. ayo ikut papa"
**** (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar