Assalamu'alaikum, Hellooo, Welcome to Ine Lettysia's Blog !!!

Kamis, 14 November 2013

KENAIKAN BBM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas SoftSkill
Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh
Nama            :  INE LETTYSIA
Kelas             : 1EB28 (Akuntansi)
NPM             : 23212728
UNIVERSITAS GUNADARMA KAMPUS KARAWACI
Jl.Danau Kelapa 2 Karawaci-Tangerang
2012/2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebijakan yang dapat  menjadi beban bagi masyarakat terutama rakyat miskin namun hal tersebut perlu dilakukan mengingat keadaan harga minyak dunia yang sudah melambung tinggi. Namun penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dengan cara menaikan harga BBM dapat memberi dampak ke seluruh sektor perekonomian, sehingga dapat memberi pengaruh pada kenaikan tingkat harga (inflasi). Masyarakat yang akan menanggung bebannya karena kenaikan harga BBM juga diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan hidup yang lain.
1.2.            Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah perkembangan harga dan subsidi BBM?
  2. Bagaimanakah dampak kenaikan BBM?
  3. Mengapa harus terjadi kenaikan harga BBM?
  4. Kebijakan apa saja yang telah di ambil pemerintah dalam menghadapi melambungnya harga minyak dunia?
  5. Bagaimana sikap masyarakat dalam menghadapi kenaikan BBM?
  6. Apa bentuk kompensasi yang tepat untuk masyarakat miskin?
1.3.            Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini adalah :
  1. Untuk mengetahui proses naiknya harga BBM serta bentuk kebijakan pemerintah.
  2. Untuk menegetahui kebijakan yang harus diambil dalam kenaikan BBM dunia.
  3. Untuk memenuhi tugas Softskill Perekonomian Indonesia.


BAB II PEMBAHASAN
Kenaikan Harga BBM
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan beban bagi masyarakat terutama rakyat miskin, walaupun keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM ini disetujui atau tidak harus diterima oleh masyarakat. Penyesuaian harga dan tarif kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga BBM merupakan beban yang jauh lebih besar bagi masyarakat yang dapat membuat rakyat miskin semakin terjerat dalam lembah kemiskinan.
Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dengan cara menaikan harga BBM dapat memberi dampak ke seluruh sektor perekonomian, sehingga dapat memberi pengaruh pada kenaikan tingkat harga (inflasi). Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya berberapa sektor perekonomian yang melakukan penyesuaian yang berlebihan terhadap kenaikan harga BBM. Penyesuaian harga BBM dengan cara menaikan harga BBM seharusnya sudah bisa dilaksanakan demi stabilitas dan perkembangan ekonomi nasional dalam jangka panjang.
  • Perkembangan Harga BBM dan Subsidi
Berdasarkan Perkembangan harga BBM Premium tahun 2006-2011, telah terjadi kenaikan subsidi BBM tertinggi adalah tahun 2008 yaitu Rp. 134,20 triliun, dan pada tahun yang sama pemerintah memberikan kebijakaan kenaikan harga BBM dari 4500 menjadi 6000 pada periode (Mei-Nov). Dan dalam tahun yang sama pula terjadi penurunan harga BBM dua kali. Haslinya pada tahun 2009 subsidi BBM berkurang menjadi Rp. 34,90 triliun. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena setelah harga BBM kembali turun, dana subsidi BBM kembali meningkat.
Kebijakan BBM dalam Pemerintahan SBY dan JK
  • Penolakan Masyarakat  terhadap Pengurangan Subsidi BBM
Pemerintahan SBY akhirnya berani menempuh kebijakan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Kebijakan pengurangan subsidi BBM sempat mendapat penolakan dari berbagai lapisan masyarakat dan anggota DPR. Penolakan masyarakat itu disebabkan karena kekhawatiran masyarakat terhadap dampak kenaikan harga BBM yang akan menaikan harga kebutuhan pokok sehingga akan memberatkan beban perekonomian rakyat.
Sementara penolakan dari pemerintah terhadap pengurangan subsidi BBM tidak kalah gencar. Menko Kersa, Alwi Sihab, melaksanakan berbagai gerakan demo yang marak di beberapa kota sebagai wujud penolakan rakyat secara keseluruhan.
  • Kompensasi Dana Subsidi BBM
Pemerintah selalu menyalurkan dana subsidi BBM dari APBN dalam jumlah yang besar. Penyaluran dana subsidi tersebut selalu salah arah karena subsidi diberikan bukan kepada yang orang berhak menerimanya. Tujuan utama pengurangan subsidi BBM adalah agar mekanisme penyaluran subsidi lebih berkeadilan dan tepat sasaran. Maka dari itu, pemerintah berencana akan menyalurkan dana kompensasi kenaikan harga BBM untuk membiayai pembangunan infrastruktur, memperbesar jumlah penyaluran dana program raskin dan dana pendidikan bagi rakyat yang tidak mampu. Akan tetapi penyaluran dana kompensasi kenaikan harga BBM biasanya menjadi lahan subur penyelewengan oleh oknum pejabat pelaksana yang di tunjuk. Ketidaktepatan sasaran juga terjadi pada penyaluran dana pendidikan bagi rakyat tidak mampu dan dana pembangunan proyek infrastruktur. Banyaknya penyelewengan dana pembangunan proyek infrastruktur yang menjadi lahan subur bagi tindakan korupsi, dengan cara memperlambat proyek dan menggunakan bahan yang kurang berkualitas agar anggaran proyek bisa memberikan keutungan bagi oknum yang bersangkutan. Membuat masyarakat ragu akan adanya kompensasi dana yang utuh dari kenaikan harga BBM.
Jika ketidakpastian sasaran penyaluran dana kompensasi kenaikan BBM dan penyelewengan dana proyek infrastruktur terjadi lagi, maka tujuan penyaluran subsidi yang berkeadilan itu tidak tercapai. Bahkan, kebijakan pemberian subsidi BBM tersebut justru malah diberikan kepada pihak-pihak yang tidak berhak daan hanya sebagian masyarakat  saja yang dapat menikmati dana subsidi secara berhak. Sehingga rakyat miskin malah akan terjebak kedalam lubang kemiskinan yang semakin dalam.
Untuk mencegah pemberian dana subsidi yang salah sasaran, pemerintah harus menata ulang mekanisme penyaluran dana kompensasi subsidi agar dana subsidi tersebut dapat sampai kepada yang orang berhak menerima. Selain itu, pemerintah harus menindak tegas semua oknum yang terbukti telah menyelewengkan dana kompensasi BBM. Karena hal tersebut sudah melukai hati rakyat dengan menikmati dana subsidi yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat.
  • Kenaikan BBM dan Subsidi Pro-Rakyat
Rencana kenaikan harga BBM gelombang kedua pada tahun 2005 sudah tidak dapat dihindari lagi. Seperti pada gelombang pertama, tujuan rencana kenaikan harga BBM ini untuk mengurang beban pemberian subsidi BBM dalam jumlah besar, yang selama ini dianggap salah sasaran. Dengan harga minyak dunia sebesar US$ 35 per barel, jumlah subsidi diperkirakan mencapai Rp. 70 triliun untuk anggaran tahun 2005. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 70 persen dinikmati oleh orang-orang kaya dan perusahan besar sebagai konsumen terbesar BBM. Karena itulah, salah satu alasan yang selalu di ungkapkan oleh pemerintah dalam setiap menaikan harga BBM adalah menyalurkan subsidi BBM kepada rakyat miskin yang lebih berhak menerima, sehingga subsidi tersebut dinilai lebih pro-rakyat.
Pemerintah menyalurkan dana kompensasi kenaikan BBM untuk mengupayakan subsidi pro-rakyat. Anggaran itu ditunjukan bagi rakyat miskin melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan. Dari anggaran tersebut, pemerintah memberikan beasisiwa kepada siswa yang tidak mampu dan asuransi kesehatan kepada rakyat miskin, serta mengalokasikan anggaran untuk program raskin dan pembangunan infrastruktur pedesaan, serta program-program penanggulangan kemiskinan lainnya.
Akan tetapi dana yang dialokasikan untuk subsidi pro-rakyat itu tidak dapat mengurangi beban rakyat miskin dalam menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok sebagai dampak kenaikan BBM. Jumlah subsidi pro-rakyat tersebut masih belum bisa memberikan pengaruh yang berarti dalam meringankan beban bagi rakyat miskin akibat kenaikan harga BBM. Meskipun kenaikan harga BBM senantiasa dibarengi dengan penyaluran dana kompensasi subsidi BBM untuk rakyat miskin telah terjadi puluhan kali, tetapi rakyat miskin tetap saja masih selalu tergencet menangung beban yang semakin berat, setiap kali pemerintah menaikan harga BBM.
Ada tiga alasan mengapa penyaluran dana subsidi pro-rakyat tidak mampu meringankan penderitaan rakyat miskin. Pertama, kenaikan harga BBM yang terjadi selama ini selalu mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok. Akibatnya, penghasilan rakyat miskin yang memang kecil semakin mengecil saja dan semakin tidak cukup untuk memenuhi biaya hidupnya. Sementara, program-program yang dibiayai dari dana kompensasi kenaikan harga BBM tidak  langsung ditunjukkan untuk menaikan pendapatan rakyat miskin, melainkan hanya untuk meringankan beban sementara pengeluaran rakyat miskin.
Agar rakyat miskin dapat merasakan penyaluran dana subsidi pro-rakyat yang lebih mempengaruhi penurunan beban pengeluarannya, pemerintah harus menaikan presentase dana kompensasi kenaikan BBM yang dipergunakan untuk subsidi pro-rakyat, dari sekitar 25 persen menjadi di atas 75 persen dari total dana pengurangan subsidi BBM. Dari dana tersebut, pemerintah dapat menyalurkan dana subsidi pro-rakyat untuk program-program yang ditunjukan untuk peningkatan pendapatan bagi rakyat miskin.
Kedua, ketidaktepatan sasaran penyaluran dana subsidi pro-rakyat selalu terjadi dalam jumlah yang besar, diperkirakan rata-rata sekitar 30 persen dari total dana penyaluran subsidi. Salah satu penyebab ketidaktepatan sasaran tersebut adalah oknum-oknum yang terkait dalam program kompensasi yang menggunakan dana subsidi pro-rakyat dilakukan secara terpusat dan cenderung dikuasai oleh pemerinatah pusat.
Pengelolaan tunggal penyaluran beasiswa bagi siswa yang tidak mampu ada pada Departemen Pendidikan Nasional dan penyaluran Program Raskin yang dilakukan sendiri oleh Perum Bulog, dan PT. Akses sebagai pemegang “lisensi tunggal” asuransi kesehatan bagi rakyat miskin. Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur pedesaan diberbagai daerah lebih banyak diputuskan oleh pemerintah pusat dengan melibatkan sebagian besar kontraktor dari pusat. Akibatnya dana program itu akan kembali ke pusat dan sering kali terjadi kebijakan untuk pembangunan infrastuktur di berbagai daerah tidak sesuai dengan kebutuhan yang paling mendasar di daerah tersebut. Untuk itu, pemerintah seharusnya mulai melaksanakan program-program yang dibiayai dari dana subsidi pro-rakyat dengan melibatkan berbagai pihak di daerah.
Jika penyaluran subsidi dana kompensasi kenaikan harga BBM tidak dapat mengurangi beban pengeluaran dan menaikan pendapatan rakyat miskin secara berarti, maka pengurangan subsidi BBM oleh masyarakat hanya akan dipandang sebagai alasan yang digunakan untuk menaikan harga BBM.
Ketiga, Sulitnya untuk mengetahui kriteria masyarakat miskin yang berhak menerima dana kompensasi tersebut. Karena setiap lembaga mempunyai criteria tersendiri dalam menentukan tingkat kemiskinan. Dana kompensasi yang rendah tidak dapat meringankan beban masyarakat. Namun dana kompensasi yang terlalu besar pun dapat membuat kecemburuan dikalang masyarakat menengah terhadap dana kompensasi untuk rakyat miskin. Maka dari itu, pemerintah harus lebih objektif dalam memilih kriteria rakyat miskin yang berhak menerima dana kompensasi dan mengambil keputusan mengenai jumlah dana kompensasi yang akan diberikan kepada rakyat miskin
  • Kenaikan Harga BBM dan Angka Kemiskinan
Setelah ketidakpedulian SBY dalam menanggapi berbagai kritkan, SBY kembali menyatakan ketidakpeduliannya dalam menanggapi adanya penolakan berbagai pihak, termasuk sebagian anggota DPR, mahasiswa dan buruh, terhadap rencana kenaikan harga BBM. Tampaknya pernyatan ini menyatakan bahwa kenaikan harga BBM sudah tidak dapat dihindari lagi setelah mengalami penundaan beberapa kali. Tepat tanggal 1 Maret 2005, melalui Keputusan No.22 tahun 2005, pemerintah akhirnya menaikan harga BBM “jilid kedua” sepanjang tahun 2005 dengan kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 29 persen.
Pemerintah berulang kali menyatakan bahwa pengurangan subsidi dengan menaikan harga BBM dilakukan dalam rangka pennyaluran dana kompensasi BBM bagi rakyat miskin. Menko Perekonomian, Aburizal Bakri, menyatakan bahwa kenaikan harga BBM sebesar 29 persen akan menaikan angka kemiskinan hanya sekitar 0,18 persen, dari 16,25 persen menjadi 16,43 persen dengan keadaan tidak ada penyaluran dana kompensasi BBM yang tidak tepat sasaran. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa kenaikan harga BBM, dibarengi bergulirnya dana kompensasi BBM diperuntukan bagi rakyat miskin yang dilakukan secara tepat sasaran dan utuh akan dapat menurunkan angka kemiskinan sekitar 2,48 persen dari 16,25 persen menjadi 13,87 persen pada akhir 2005.
Tentunya masyarakat tidak serta merta dapat menerima logika yang dikemukakan oleh Aburizal Bakri. Jika dana kompensasi BBM yang dianggarkan  bisa diterima secara tepat sasaran bagi rakyat miskin serta tidak ada penyelewengan serupiahpun. Penyaluran dana tersebut tidak serta merta dapat menurunkan angka kemiskinan hingga mencapai sebesar 2,48 persen pada akhir 2005. Tidak dapat dihindari akan terjadinya penyimpangan waktu antara waktu kenaikan harga BBM dengan waktu penyaluran dana kompensasi BBM. Adanya penyimpanagan waktu  ini disebabkan penetapan jumlah dana kompensasi BBM masih memerlukan pembahasan dengan DPR yang diperkirakan akan berjalan lambat.
Selain itu, sangat sulit untuk menentukan criteria rakyat miskin yang tepat yang akan menjadi sasaran penyaluran dana kompensasi BBM, karena terdapat berbagai definisi dan kriteria BPS berbeda dengan kriteria yang dibuat oleh BKKBN.
Padahal, selama terjadinya penyimpangan waktu rakyat miskin sudah semakin terbebani oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang sudah mulai naik meskipun belum ada pengumuman resmi mengenai kenaikan harga BBM.
Kedua, penurunan angka kemiskinan tidak akan terjadi begitu saja dengan melakukan pengurangan subsidi BBM. Mengingat konsumsi BBM sudah melebihi kuota yang ditetapkan dalam APBN.
Meskipun pemerintah sudah mengurangi kuota BBM namun kelangkaan BBM masih saja terjadi. Hal tersebut memunculkan berbagai dugaan tentang penyebab kelangkaan BBM tersebut. Pertama, kelangkaan BBM tersebut memang merupakan kebijakan pemerintah, seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Kalla, dalam rangka mengupayakan program penghematan BBM untuk menekan besarnya jumlah subsidi BBM akibat kenaikan harga minyak dunia yang sudah menembus US$ 60 perbarel. Kedua, kelangkaan BBM yang terjadi saat ini bisa juga disebabkan ulah para penyelundup, yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum. Penyelundupan minyak itu  dilakukan untuk meraih keuntungan berlipat ganda akibat adanya selisih yang sangat besar antara harga minyak didalam negeri dengan harga minyak dunia dengan melalukan impor illegal. Ketiga, munculnya kelangkaan BBM yang sudah terjadi selama ini diduga merupakan perseteruan anatar berbagai pihak terkait dengan masalah BBM, yang tujuannya untuk menjatuhkan citra SBY. Sangatlah diperlukan ketegasan SBY untuk mengambil langkah-langkah untuk segera mengatasi masalah kelangkaan BBM.
  • Pemerintah Mempercepat Kenaikan Harga BBM
Meningkatnya harga minyak dunia membuat pemerintah semakin panik hingga pusing tujuh keliling dalam memecahkan masalah seputar BBM ini. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk memilih alternative yang terbaik dan memutuskan kebijakan untuk bisa mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah. Wajar saja kalu kemudian pemerintah mengambil jalan tercepat dengan menaikan harga BBM untuk mengurangi subsidi BBM yang membengkak akibat naiknya harga minyak dunia.
Upaya mempercepat kenaikan BBM memang merupakan solusi yang cepat bagi pemerintah untuk meringankan beban defisit APBN. Namun upaya tersebut belum mampu meringankan beban penderitaan rakyat miskin akibat kenaikan harga BBM, sekalipun akan ada dana  kompensasi kenaikan harga BBM kepada rakyat miskin.
Angka kemiskinan di Indonesia, seperti yang pernah di ungkapkan Menko Perekonomian, Aburizal Bakri pada tahun 2005 bahwa kenaikan harga BBM sebesar 29 persen yang dibarengi dengan bergulirnya dana kompensasi BBM akan dapat menurunkan angka kemiskinan sekitar 2,48 persen. Kalau pemerintah memang konsiten dengan pernyataan tersebut, maka SBY seharusnya menggunakan percapaian besar penurunan angka kemiskinan itu sebagai tolak ukur penuntasan penyaluran dana kompensasi BBM sebelum memutuskan harga BBM kapan harus dinaikan.
Seandainya angka kemiskinan belum mencapai 13,87 persen pada akhir tahun 2005 maka harga BBM semestinya tidak boleh dinaikan dulu. Kalau ternyata pemerintah memaksa juga untuk menaikan lagi harga BBM, meskipun penurunan angka kemiskinan tidak tercapai, maka program kinerja pemerintah patut diragukan.
  • Kenaikan Harga BBM dan Proses Pemiskinan
Akhirnya pemerintahan SBY menaikan harga BBM terhitung 1 Oktober 2005. Hal itu tidak dapat dihindari lagi, kenaikan harga BBM yang kedua kalinya sepanjang tahun 2005 ini akan mempercepat laju proses pemiskinan yang sudah berlangsung secara berkelanjutan. Karena laju pemiskinan yang terjadi akibat kenaikan harga BBM Maret lalu belum sempat mereda, kini kaum miskin harus kembali menghadapi meningkatnya harga-harga kebutuhan hidup mereka akibat kenaikan harga BBM. Sehingga kaum miskin semakin terhimpit beratnya beban hidup mereka di negeri sendiri.
Pemerintah selalu mengeluarkan dana kompensasi kenaikan harga BBM dalam jumlah besar setiap kali terjadinya kenaikan harga BBM, dengan tujuan meringankan beban kaum miskin. Tetapi pengeluaran dana kompensasi di Indonesia yang selalu saja terdapat penyelewengan oleh berbagai oknum. Disamping terlambat penyalurannya, hanya sebagian masyarakat saja yang bisa benar-benar merasakan dana kompensasi kenaikan harga BBM tersebut.
Pada saat kenaikan BBM maret 2005, pemerintah menggulirkan dana kompensasi sebesar Rp. 13,48 triliun. Dana sebesar itu baru bisa disalurkan setelah beberapa bulan kenaikan BBM. Bersamaan dengan kenaikan harga BBM kali ini, pemerintah kembali memberikan subsidi sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dalam bentuk dana tunai langsung sebesar Rp. 100.000 per bulan kepada setiap kepala rumah tangga kaum miskin yang akan dibayarkan sekaligus untuk tiga bulan. Akan tetapi dana tunai Rp 100.000 per bulan itu belum bisa meringankan beban hidup keluarga miskin ditengah kenaikan harga BBM dan harga kebutuhan hidup yang jauh lebih besar.
Untuk menalangi kebutuhan minyak dan transportasi yang dibutuhkan sebagian besar keluarga miskin saja sudah tidak cukup apalagi untuk menutupi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya yang sudah naik mendahului pengumuman resmi kenaikan harga BBM.

Kenaikan Harga BBM dalam Pemerintahan SBY dan Boediono
  • Kenaikan Upah Dibarengi dengan Kenaikan Harga BBM
Kenaikan UMR 2013 hanyalah kebahagiaan masyarakat yang sementara. Karena harga bahan pokok lainnya akan segera naik setelah harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan.
Kenaikan upah buruh pada tahun 2013 adalah 40 persen dibandingkan tahun 2012. Akan tetapi hal tersebut dibarengi dengan kenaikan harga BBM subsidi yang direncanakan akan naik lebih dari 30 persen. Dan lebih dari itu kenaikan BBM tersebut akan menaikan bahan pokok lainnya yang jauh lebih besar. Sehingga hal tersebut mengecewakan kaum buruh yang baru saja dapat merasakan kebahagian kenaikan UMR
  • Kompensasi Dana Subsidi BBM
Saat ini pemerintah sedang menghitung besaran anggaran kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Anggaran ini akan disalurkan untuk membantu mengurangi beban masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang terhimpit kenaikan harga BBM.
Pemerintah telah mempersiapkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi atas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yaitu Beasiswa Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH) dan pemberian beras miskin (Raskin). Jumlah besarnya kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan ditentukan berdasarkan besaran kenaikan harga BBM. Selisih antara kenaikan harga BBM dengan harga BBM bersubsidi itulah yang akan disalurkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu tersebut.
Saat ini, terkait dengan beras miskin (raskin), pemerintah akan menyiapkan beras masing-masing menerima sebesar 30 kg per orang dan dibagikan sebanyak tiga kali setelah kebijakan kenaikan BBM bersubsidi diterapkan. Untuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) atau program yang dulunya bernama BLT masih terdapat kesimpangsiuran jumlah dana yang akan diberikan.
  • Pemerintah Mengkaji Bentuk Kompensasi
Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan beberapa opsi pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Kompensasi itu adalah kewajiban pemerintah terhadapakibat kenaikan harga BBM. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengenai kompensasi tersebut, Jero mengatakan bahwa bentuknya nanti tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT).
Terdapat tiga opsi kebijakan BBM yang masih dibahas, yakni kenaikan harga yang disertai kompensasi, pembatasan pemakaian BBM untuk kendaraan pribadi, dan pembuatan premium dengan angka oktan 90.
  • Kompensasi BBM Bersubsidi Berbentuk Voucer
Disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Provinsi Bengkulu Ali Berti mengatakan, yang terkena dampak langsung kenaikan harga BBM adalah pengusaha angkutan umum. Karena itulah, Pemprov Bengkulu mengusulkan kepada pemerintah pusat soal pemberian voucher BBM bagi pengusaha angkutan umum di Bengkulu.
Namun pemberian voucer BBM dari pemerintah bukanlah ide yang cukup tepat, mengingat masih banyaknya tidak korupsi di negara ini. Hasilnya nanti voucer BBM bukan dinikmati oleh pengusaha angkutan umum. Saat ini belum ada pola yang pas yang akan diterapkan untuk meringankan beban pengusaha angkutan umum yang terkena dampak kenaikan harga BBM. Pemerintah hingga kini masih merumuskan kebijakan seperti apa yang harus diterapkan.
  • Rencana Pemerintah Menetapkan Dua Harga BBM
Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi untuk yang kesekian kalinya dinilai akan kembali menekan kehidupan buruh meski kenaikan harga ditujukan untuk kelas menengah ke atas.
Pemerintah akan menerapkan harga Premium pada kisaran Rp 6.500 per liter untuk pengguna mobil pribadi. Sementara itu, pengguna sepeda motor dan angkutan umum masih bisa membeli Premium dengan harga Rp 4.500 per liter.
Meskipun harga BBM yang naik hanya untuk kalangan mampu, kebijakan itu tetap akan menaikkan berbagai harga kebutuhan hidup. Karena banyak pula usaha industri kelas atas maupun kelas menengah yang menggunakan mobil pribadi.
Seharusnya pemerintah mengalihkan anggaran subsidi BBM itu dengan kebijakan yang tepat dan tepat sasaran. Dan pemerintah seharusnya lebih transparan mengungkapkan penggunaan anggaran subsidi BBM.
Namun sebagai upaya meringankan subsidi BBM program dua harga ini cukup baik untuk diterapkan, karena bisa menambah anggaran untuk alokasi yang sudah ada seperti beras miskin, beasiswa untuk siswa tidak mampu, dan lainnya. Dengan asumsi tidak ada penyelewengan dana kompensasi dan tidak ada kecurangan dalam pemberlakuan sistem dua harga ini.
  • Kenaikan Harga BBM dan Defisitnya APBN
Pemerintah dan DPR akan membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2013. Berdasarkan data yang diterima, memperlihatkan defisit APBN. Untuk itu pemerintah akan menurunkan target penerimaan negara sekitar Rp 41 triliun. Tetapi dari sisi belanja negara, pengeluaran naik Rp 39 triliun. Hasilnya defisit anggaran perubahan naik Rp 80 triliun. Pengurangan subsidi energi dan BBM tidak terlihat dalam RAPBNP 2013.  Lebih parahnya subsidi energi dan anggaran belanja pemerintah tetap naik.
Meski pemerintah berniat menaikan harga BBM dengan harga jual bensin menjadi Rp. 6.500 dan solar menjadi Rp. 5.500 per liter, subsidi BBM tetap saja naik Rp 16,11 triliun. Anggaran subsidi listrik juga naik  Rp 19,04 triliun meski tahun ini tarif listrik naik sudah sebesar 15 persen.
Berdasarkan kebijakan, pertumbuhan ekonomi dipangkas dari 6,8 persen (APBN 2013) menjadi 6,2 persen (RAPBNP) akan tetap inflasi dinaikkan dari 4,9 persen ke 7,2 persen. Hal tersebut menjelaskan kebingungan pemerintah dalam menghadapi masalah perekonomian yang terjadi.
  • Penolakan Buruh terhadap Kenaikan BBM
Unjuk rasa buruh yang menuntut peningkatan kesejahteraan dan pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak sebagai upaya agar beban perekonomian rakyat tidak semakin berat banyak memberikan kerugian. Contohnya membuat kemacetan dan merusak fasilitas umum. Namun hal tersebut mereka lakukan sebagai wujud kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM.
Meningkatnya harga BBM berbanding terbalik dengan upaya menyejahterakan masyarakat, karena dengan upah yang sangat minim sulit sekali bagi buruh untuk menyeimbangi kenaikan harga BBM. Hal tersebut juga akan membebani industry kareana biaya produksi akan membengkak. Padahal industry juga dituntutan untuk peningkatan kesejahteraan bagi buruh.
Adapun beberapa aksi penolakan kenaikan harga BBM di berbagai wilayah. Contohnya penolakan buruh di Bekasi, para buruh bergerak ke gedung DPRD Kota Bekasi. Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan dan penolakan terhadap kenaikan harga BBM.  Sekitar 5.000 buruh tetap berada dan beraksi di Kota Bekasi. Sementara, sekitar 10.000 buruh bergerak ke Jakarta untuk aksi yang lebih besar.   Laporan dari Kabupaten Bekasi, sekitar 10.000 buruh juga ada dan beraksi di Kabupaten Bekasi. Sementara, lebih dari 20.000 buruh bergerak ke Jakarta.
  • Penolakan BLSM sebagai Akibat Kenaikan Harga BBM
Rencana pemerintah menyiapkan dana kompensasi bagi rakyat miskin berbentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebaiknya dialihkan untuk dana pembangunan infrastruktur. Pemberian kompensasi seperti bantuan langsung tunai hanya membuat masyarakat miskin bertahan sementara dalam menghadapi kenaikan harga BBM. Setelah dana habis, mereka akan kembali susah. Lebih baik, pemerintah menyalurkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di daerah sehingga dapat dinikmati dalam jangka panjang.
  • Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Sektor Industri
Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi berbagai sektor perekonomian, terutama sektor industri dan harga kebutuhan dasar produksi lainya dalam industri. Kondisi pasar juga memberikan pengaruh dalam pembentukan harga. Hal ini bisa saja terjadi, terutama apabila diingat bahwa penetapan harga produk industri tidak terlepas dari kondisi permintaan yang mempengaruhi tingkat harganya. Ada beberapa industri yang menggeserkan beban kenaikan harga BBM kepada konsumen dan sekaligus mungkin juga memperbesar keuntungannya. Akan tetapi ada pula industri-industri yang berada dalam keadaan terjepit dan mempertahankan harga normal penjualan produknya agar tidak kehilangan konsumen. Hal ini menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap jenis industri.
Akan tetapi produksi industri masih menerima subsidi BBM. Dengan demikian, kenaikan harga BBM ini hendaknya mengakibatkan kenaikan harga produk dalam batas yang wajar. Akan tetapi sektor industri seharusnya tidak menggeserkan beban kenaikan BBM sepenuhnya kepada konsumen, karena BBM yang dikonsumsi oleh sektor industri adalah kebutuhan pokok untuk perkembangan sektor industri itu sendiri. Dengan demikian seharusnya industri itu juga menangung beban kenaikan harga BBM. Apabila beban itu dilimpahkan sepenunya kepada masyarakat maka rakyatlah yang akan semakin menderita akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM tidak akan menjadi beban bagi industri apabila produktivitas usahanya ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan energi yang lebih efisien dalam proses produksi, penekanan biaya produksi secara keseluruhan, dan peningkatan kapasitas produksi yang dihasilkan tanpa menaikan jumlah energi yang dibutuhkan.
Tidak seperti di negara ini, di negara maju dengan harga energi dan kebutuhan dasar industri yang mahal tetapi produk-produknya masih bisa bersaing. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan bersaing tidak dapat didasarkan kepada harga yang murah saja, tetapi juga harus didasarkan kepada cara kerja yang produktif dan efisien. Industri seharusnya dapat memperhitungkan penggunaan energinya dengan kemampuan energi di wilayah tersebut. Sehingga indusrtri tersebut tidak akan boros dalam pemakaian energi dan tidak perlu menggunakan energi yang berasal dari luar wilayah yang dapat menjadikan kelangkaan energi tertentu di wilayah lain.
  • Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Angkutan Umum
Kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberi dampak kenaikan tarif angkutan, khususnya angkutan darat. Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo kontribusi inflasi dari angkutan memang beragam. Untuk angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP), kontribusinya 0,00 persen, angkutan antarkota 0,12 persen, angkutan dalam kota 0,68 persen, angkutan laut 0,00 persen, tarif kereta api 0,00 persen, dan taksi 0,02 persen.
Sedangkan disisi lain Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) berharap kompensasi dari pemerintah untuk angkutan umum bukan hanya sekadar janji belaka. Pernyataan pemerintah yang akan memberikan kompensasi ke angkutan umum seperti salah satunya berupa pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tidak bisa sekadar janji belaka. .
Bentuk kompensasi lainnya yakni pemerintah akan membantu beban bunga peremajaan kendaraan. Pemerintah akan membantu sebagian beban bunga. Terhadap semua kompensasi pada angkutan umum, pemerintah pun akan menggelontorkan dana sebesar Rp 4,8 triliun. Bantuan ini akan dikucurkan setelah pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Semoga saja rencana tersebut bukanlah janji belaka, karena untuk memberikan kompensasi dana kepada rakyat miskin saja, pemerintah harus mengucurkan dana yang sangat besar. Apalagi dengan diadakannya kompensasi lainya.


  • Kenaikan BBM Membuat Pertumbuhan Ekonomi Melemah
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, Senin 27 Mei 2013, menyatakan, rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan membuat pertumbuhan ekonomi sedikit melemah dan inflasi menguat. Kenaikan harga premium sebesar Rp6.500 per liter dan solar Rp5.500 per liter akan membuat perekonomian Indonesia terkoreksi dari 6,8-7,2 persen menjadi 6,2 persen.
Meski pertumbuhan ekonomi terkoreksi. kenaikan harga BBM akan berdampak positif bagi neraca perdagangan. Selain itu, upaya tersebut dapat menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Dari sisi inflasi, kenaikan harga BBM subsidi akan meningkatkan inflasi. Kenaikan inflasi dipicu oleh lonjakan harga pangan dan kebutuhan lainnya. Walaupun memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi, kenaikan harga BBM subsidi diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.
  • Keadaan BBM Tanpa Subisidi BBM
Saat ini harga bensin premium jika tanpa subsidi dapat mencapai Rp. 1000/ litter. Hal ini berarti dalam setiap liter bensin premium, pemerintah memberikan subsidi kurang lebih Rp. 5.500/liter. Harga perekonomian bensin tersebut tergantu berapa harga minyak mentah yang berlaku.  Maka dari itu pemerintah memutuskan untuk segera menaikan harga BBM bersubsidi. Karena pemerintah sudah tidak mampu memberikan subsidi yang telah melampaui batas.
  • Kenaikan Harga BBM dan Peningkatan Inflasi
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun ini diperkirakan akan menaikan angka inflasi sehingga pertumbuhan ekonomi yang pada saatnya akan mempengaruhi kinerja industri perbankan.
Kenaikan harga BBM membuat risiko kredit meningkat, bank akan lebih berhati-hati melepas kredit karena akan menambah beban biaya para peminjam kredit bank. Dengan bertambahnya beban biaya tersebut kemampuan peminjam kredit dalam melunasi utang kepada bank akan semakin mengecil.  Hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada bank.
Jika inflasi naik, maka BI Rate kemungkinan akan naik. Kalau sudah begitu nasabah perbankan akan meminta suku bunga simpanan naik juga, dan bank harus menaikkan suku bunga simpanan untuk mencegah nasabah menarik dananya. Maka dari itu bank harus berpikir ulang melakukan pengaturan dalam pengeluaran dan pendapatan.
Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Tahun
Target Inflasi
Inflasi Aktual
(%, yoy)
2001
4% – 6%
12,55
2002
9% – 10%
10,03
2003
+1%
5,06
2004
5,5 +1%
6,40
2005
+1%
17,11
2006
+1%
6,60
2007
+1%
6,59
2008
+1%
11,06
2009
4,5 +1%
2,78
2010
5+1%
6,96
2011
5+1%
3,79
2012
4.5+1%
4,30
2013*
4.5+1%
-
2014*
4.5+1%
-
2015*
4+1%
-
*) berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012
.
  • UMKM (Basis Ekonomi yang Tahan Krisis)

Kebijakan pemerintah terhadap keseimbangan keuangan ekonomi global yang terjadi sekarang dengan menaikkan harga BBM tentunya akan berdampak pada sektor UMKM, khususnya pengusaha dan masyarakat. Bagaimanapun juga kenaikan harga BBM itu memaksa industri agar tidak mengalami kerugian dan tidak pula menaikan harga jual yang sangat tinggi dari harga awal.
Oleh sebab itu pemerintah harus lebih perhatian pada UMKM. Sebab UMKM ternyata memiliki mampu bertahan hidup di tengah berbagai kesulitan serta keterbatasan. UMKM mampu mengatasi banyak masalah secara lebih dinamis dalam menghadapi perkembangan pasar
Bantuan kredit dari pemerintah terhadap pelaku usaha (khususnya pengusaha kecil) masih terbatas, sehingga UMKM masih sulit berkembang karena keterbatasannya biaya. Untuk itu pemerintah harus meningkatkan bantuan kredit bagi pelaku UMKM

  • Kenaikan Harga BBM Positif bagi Pasar Modal
Menurut Direktur Utama BEI, Ito Warsito “Penetapan kenaikan harga BBM harus dilakukan dengan cepat sehingga akan lebih positif dalam jangka pendek dan panjang bagi ekonomi domestik dan juga tentunya pasar modal Indonesia”. Beliau menilai kebijakan subsidi BBM yang besar akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Kenaikan harga BBM memang akan berdampak pada biaya operasional perusahaan, akan tetapi kalangan pengusaha juga sudah mempersiapkannya dan memperhitungkan seberapa besar dampak kenaikan harga BBM itu. Kenaikan harga BBM juga telah didukung banyak elemen masyarakat ekonomi di Indonesia seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia maupun Kamar Dagang dan Industri Indonesia. “Artinya pelaku industri mengapresiasi positif rencana kenaikan harga BBM karena dapat memperbaiki struktur ekonomi Indoensia, memperbaiki defisit neraca perdagangan dan mengurangi defisit fiscal”.
KESIMPULAN
Kenaikan BBM memang akan memberatkan beban rakyat, terutama rakyat miskin namun hal tersebut perlu dilakukan mengingat harga BBM dunia sudah melambung tinggi. Namun jika hal itu dilakukan pemerintah harus menjamin bahwa kompensasi subsidi BBM harus secara utuh sampai kepada orang yang berhak menerimanya. Maka dari itu pemerintah harus lebih transparan terhadap kompensasi subsidi BBM dan lebih menegakan hukum kepada oknum-oknum yang telah melukai hati rakyat karena melakukan penyelewengan dana kompens.asi subsidi BBM


DAFTAR PUSTAKA
  • Soesastro, Hadi dkk., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, KANISUS (Anggota IKAPI), Yogyakarta, 2005.
  • Radhi, Fahmi, Kebijakan Ekonomi Pro-Rakyat, Republika, Jakarta, 2008.
  • Uka Wikarya, Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi, Universitas Indonesia, Depok, 2008.
  • Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS, Edisi 27, Agustus 2012
  • BeritaKaget.com
  • Kompas.com
  • Bank Indonesia.com
  • Antara News.com
  • DetikFinace.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar